Kemudian ia mencari perkejaan di sebuah bengkel. Namun lagi-lagi dia dipecat oleh atasannya karena gerakannya yang lamban dan dianggap tidak becus. Saat kembali ke rumah, sang istri berkata :"Kegesitan tangan dan kaki setiap orang berbeda. Orang lain sudah bekerja beberapa tahun lamanya, dan kamu hanya belajar di sekolah, bagaimana bisa cepat ?".
Kemudian ia bekerja lagi di beberapa tempat, tetapi selalu gagal di tengah jalan. Namun setiap kali ia pulang dengan patah semangat, istrinya selalu menghiburnya dan tidak pernah mengeluh.
Suatu ketika ia bertemu dengan seorang anak yang tuna rungu dan tuna wicara. Ia ajak anak tersebut bermain dan diajarkan berbicara dengan bahasa tubuh. Hampir setiap hari ia tekun mengajari anak tersebut hingga terjadi perkembangan yang luar biasa. Singkat cerita, ia kemudian dikenal sebagai pengajar anak-anak penyandang cacat. Dari pengalamannya tersebut, ia membuka sekolah anak cacat dan membuka toko peralatan penyandang cacat, hingga menjadi sukses. Ia menjadi boss dan memiliki kekayaan yang cukup berlimpah.
Suatu hari, ia termenung dan bertanya kepada istrinya, pada saat ia dulu merasa hampir putus asa dengan keadaan dirinya, kenapa istrinya tetap semangat dan percaya kepadanya ? Jawaban istrinya sangat polos dan sederhana, "Sebidang tanah tidak cocok untuk menanam gandum, bisa dicoba untuk menanam kacang. Jika kacangpun tidak cocok, bisa dicoba untuk buah-buahan. Jika buah-buahan pun tidak bisa tumbuh, cobalah kentang atau bahkan ketela, pasti akan ada 1 yang cocok untuknya. Karena sebidang tanah pasti tidak ada yang tidak bisa ditanami dengan tanaman apapun, dan pasti akan membuahkan hasil.
Mendengan penjelasan sang istri, iapun terharu. Keyakinan yang kuat dan ketabahan serta kasih sayang sang istri bagaikan sebutir bibit yang unggul.